TEMPO.CO, Jakarta – Krisis ekonomi akibat pandemi Covid-19 memaksa para pelaku usaha mikro kecil menengah (UMKM) mengalihkan skema penjualan konvesional ke ranah digital. Siska Melati, misalnya, kini terbiasa menjajakan bakso aci buatannya melalui platform online ke seluruh Jawa, bahkan ke luar pulau. Wanita berusia 38 tahun itu harus menggenjot penghasilan karena suaminya yang bekerja sales telepon seluler harus cuti di masa pandemi.
"Lumayan bisa dikirim bahkan sampai ke Bali, Sumatera, Kalimantan," kata Siska kepada Tempo, Ahad 7 Juni 2020. Penganan yang dijual Siska berupa bakso yang dibuat dengan bahan dasar aci.
Hal serupa pun dilakukan Desy Anggraeni, 42 tahun, untuk karya kerajinan tangannya yang biasa dijual di Sentra Kerajinan Rajapolah, Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat. Wabah Covid-19 membuat produksi di sentra terhenti. Stok kerajinan yang sudah ada, mulai dari topi, tas, serta aksesoris berbahan kayu karya ratusan pengrajin di lokasi tersebut pun semakin sepi pembeli.
“Karena tidak ada pengunjung, toko online menjadi penolong untuk berjualan meskipun hasilnya tidak begitu signifikan," katanya.
Pedagang lain di sentra yang sama, Eneng Sri Andriyani, pun menyesalkan sepinya pembeli semasa Lebaran. Jalanan pun sepi saat puncak arus mudik dan balik karena adanya larangan mudik. Menurut Eneng, omset per hari saat lebaran di masa normal bisa menembus Rp 20 juta. "Tapi Lebaran kemarin cuma Rp 150-250 ribu.”
Sandi Mulyana, 40 tahun, pun mulai menawarkan produk kerajinan payung di Tasikmalaya melalui toko daring dan media sosial, setelah hampir tiga bulan tidak beraktivitas. "Menjelang fase new normal sekarang, kami sudah bisa mengirim kepada pemesan, juga mencoba produksi kembali untuk persediaan barang.”
Pukulan pandemi terhadap dunia usaha mikro, kecil, dan menengah pun terungkap dalam survei yang digelar Organisasi Buruh Dunia atau International Labour Organization (ILO) terhadap 571 perusahaan pada 6-17 April 2020. Hasilnya, organisasi mencatat adanya 70 persen UMKM yang menghentikan kegiatan, sementara gangguan arus kas dialami 90 persen pelaku.